Gema Sonata - Pulau Bacan di Maluku Utara kembali menyapa dunia ilmiah dengan kejutan menggembirakan: penemuan sembilan catatan baru sebaran keong darat dan satu spesies yang benar-benar baru bagi ilmu pengetahuan—Diancta batubacan sp. nov. Penelitian panjang dari tahun 2022 hingga 2024 ini memperkuat status Bacan sebagai “permata biologis” kawasan Wallacea, wilayah biogeografis yang menjembatani fauna Asia dan Australasia. Keanekaragaman hayati Pulau Bacan pertama kali terekam dalam sejarah sains oleh Alfred Russel Wallace pada tahun 1858–1859. Wallace, naturalis ternama sekaligus rekan Darwin, mengoleksi berbagai spesimen fauna termasuk siput darat. Koleksi ini lalu dikaji oleh Pfeiffer yang mengidentifikasi beberapa spesies penting seperti Helix ignescens dan Helix batchianensis, yang kini diketahui sebagai sinonim dari Trochomorpha ternatana—spesies siput darat paling melimpah di Bacan. Sejak saat itu, 15 kajian dilakukan hingga tahun 1963, mencatatkan 47 spesies keong darat. Namun, perubahan ekosistem akibat aktivitas manusia mendorong para peneliti melakukan survei ulang. Maka, pada 2022, ekspedisi baru pun dilakukan.
Ekspedisi Modern: 555 Spesimen, 27 Spesies
Tim peneliti dari BRIN dan Universitas Muhammadiyah Maluku Utara melakukan eksplorasi intensif di lima lokasi berbeda, mulai dari kebun dan semak hingga hutan karst yang lembap dan unik. Hasilnya: 555 individu siput darat dikoleksi, yang kemudian diidentifikasi ke dalam 27 spesies dari 11 famili.
Dari jumlah itu, sembilan merupakan catatan sebaran baru di Bacan. Penemuan yang paling mencuri perhatian tentu Diancta batubacan, spesies mikro dengan panjang tubuh hanya sekitar 5,4 mm. Siput mungil ini hidup di hutan karst dan dicirikan oleh cangkangnya yang menggembung, berwarna putih pucat, dengan bentuk aperture bulat yang unik. Nama “batubacan” diambil dari batu mulia khas Bacan, menegaskan akar lokal dan keunikan geologisnya.
“Penemuan ini sangat penting karena menunjukkan bahwa Pulau Bacan menjadi rumah yang baik bagi keanekaragaman hayati Indonesia termasuk keong darat, dan masih banyak keragaman hayati di sana yang belum sepenuhnya terungkap,” ungkap Ayu Savitri Nurinsiyah, Peneliti BRIN yang memimpin ekspedisi tersebut.
https://www.radiogemasonata.co.id/cara-menghindari-pelecehan-seksual-oleh-dokter-di-rumah-sakit/
Hutan Karst: Surga Keong Darat
Hasil survei menunjukkan bahwa habitat karst dengan tutupan hutan menyimpan keanekaragaman siput tertinggi dibandingkan lahan pertanian seperti perkebunan pisang dan kakao. Fenomena ini tak unik di Bacan saja, sebab studi serupa di Sri Lanka dan Jawa juga menunjukkan bahwa struktur habitat yang kompleks dan tingkat kelembapan yang tinggi mendukung kelimpahan siput darat. “Ini menegaskan bahwa hutan karst memiliki peran penting dalam mendukung populasi keong darat,” tambah Ayu.
Fungsi Ekologis dan Ancaman Lingkungan
Keong darat bukan sekadar objek keindahan atau rasa ingin tahu ilmiah. Mereka memiliki peran ekologis krusial, seperti mendaur ulang nutrien tanah, membantu dekomposisi materi organik, dan mendistribusikan spora jamur. Namun, kepekaan mereka terhadap perubahan lingkungan menjadikan mereka indikator alami degradasi habitat. Pembukaan lahan, deforestasi, dan perubahan iklim menjadi ancaman nyata bagi kelangsungan hidup mereka. “Keanekaragaman hayati siput darat sangat dipengaruhi oleh perubahan tutupan hutan dan karakteristik tanah seperti kelembapan, pH, dan kedalaman serasah,” jelas laporan penelitian.
Pentingnya Survei Sistematis dan Identifikasi Integratif
Penelitian ini bukan hanya menambah jumlah spesies keong darat yang diketahui di Bacan menjadi 56—di mana 13 di antaranya endemik—tetapi juga memperkuat pentingnya pendekatan integratif dalam taksonomi: menggabungkan morfologi, DNA, dan pengamatan mikroskopis.
Dengan temuan ini, Pulau Bacan kembali mempertegas perannya sebagai laboratorium alami yang kaya akan potensi. Seperti yang dikatakan Ayu, “Keanekaragaman hayati itu seperti potongan puzzle yang membentuk gambar indah. Kalau kepingan-kepingannya hilang, maka gambar indah itu tidak akan sempurna.”
Penemuan Diancta batubacan tidak hanya menjadi catatan ilmiah, tetapi juga simbol urgensi konservasi. Masih banyak harta karun hayati di Bacan dan kawasan Wallacea yang belum terungkap. Melalui dokumentasi ilmiah yang teliti dan upaya perlindungan habitat, kita bisa menjaga agar kekayaan ini tetap lestari bagi generasi masa depan.
Pulau Bacan bukan sekadar daratan di tengah lautan, tetapi juga lembaran hidup dari kisah keajaiban alam Indonesia.
Sumber : https://www.kompas.com/sains/read/2025/05/07/104224323/spesies-siput-baru-ditemukan-di-maluku-dan-dinamai-batubacan